Sabtu, Oktober 18, 2008

Minyak Jelantah Pun Bisa Jadi Bahan Bakar


Minyak jelantah berbahaya jika digunakan berulang kali, namun bisa dimanfaatkan menjadi bahan bakar.

[JAKARTA] peluang energi terbarukan dengan menjadi produsen biodiesel."Pelaku usaha khususnya usaha kecil menengah (UKM) pun dapat memanfaatkan peluang energi terbarukan dengan memanfaatkan jelantah," kata peneliti energi terbarukan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Imam Paryanto, Rabu (14/5).

BPPT telah menciptakan instalasi produksi biodiesel berbahan minyak jelantah (minyak goreng bekas) berskala UKM. Dengan dana pembangunan instalasi pengolahan mulai dari Rp 500 juta masyarakat sudah mampu memproduksi biodiesel sekitar 1 ton per hari.

Guna menghasilkan 1 liter biodisel diperlukan biaya sekitar Rp 1.500 dan hasilnya dapat dijual Rp 7.000 per liter. "Biodiesel yang dipakai juga dapat langsung di gunakan sebagai bahan bakar kendaraan tanpa menggunakan tambahan konverter pada mesin kendaraan," katanya.

Selain biodiesel barbahan minyak jelantah, BPPT juga mengembangkan biodiesel dari biji kapuk, kopra, dan limbah crude palm oil (CPO). Dari penuturan Imam berarti potensi energi terbarukan sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar minyak yang berbasis energi tak terbarukan, kian terbuka.

BPPT kini menggandeng sekitar 500 anak SD di Tangerang. Anak-anak itu diminta tidak membuang minyak jelantah yang dipakai di rumah melainkan mengumpulkannya kemudian dibeli pihak BPPT. "Hasilnya akan kami kembalikan dalam bentuk beasiswa, sarana, dan prasarana sekolah. Respons mereka sangat positif," Imam menambahkan.

Minyak goreng, katanya, jika telah menjadi jelantah berbahaya jika digunakan berulang kali. Jika dibuang menimbulkan pencemaran. Karena itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Seperti upaya menggandeng anak-anak usia SD tadi, BPPT menerima minyak jelantah dari masyarakat. "Masyarakat bisa datang ke Puspiptek. Kami akan hargai minyak jelantah seharga Rp 3.000 per liter," katanya.

Diterangkan, biodiesel bisa langsung dicampur solar di kendaraan bermesin diesel tanpa perlu modifikasi. Berdasarkan uji laboratorium, campuran efektif biodiesel 5-30 persen per liter solar. Selain berkarakter pelumas, sehingga aman untuk mesin, sistem pembakaran pun menjadi lebih sempurna. Khusus untuk mengurangi polusi secara signifikan, penggunaan biodiesel dicampur solar dengan rasio 5-10 persen.

Setiap hari, proses pabrikasi biodiesel di Puspiptek Serpong menghasilkan 1,5 ton biodiesel. BPPT memiliki pabrik yang bisa memproduksi sekitar 1.500 liter/sehari di Puspiptek Serpong, Tangerang. Produk ini sudah dijual ke berbagai perusahaan pemakai biodiesel dan juga dipakai untuk menggerakkan bus operasional BPPT.

Berdasarkan pola pengembangan energi nasional, pemerintah sebenarnya sudah merencanakan penggunaan bioethanol dan biodiesel sekitar 2 persen dari jumlah bahan bakar nasional pada tahun 2010 dan akan meningkat menjadi 5 persen pada 2025. Hasil penelitian BPPT ini merupakan jawaban atas tantangan penemuan teknologi energi alternatif dalam mengatasi krisis energi nasional. [W-12]

http://www.suarapembaruan.com/News/2008/05/16/Iptek/ipt01.htm

Tidak ada komentar: