Sabtu, Oktober 18, 2008

BIOGAS: ENERGI ALTERNATIF PENGGANTI BBM



ImageWarga Dusun Toyomerto, Desa Pesanggrahan, Kecamatan/Kota Batu, tidak lagi merasakan kelangkaan dan mahalnya harga minyak. Itu karena warga sudah menggunakan biogas sebagai energi alternatif, untuk bahan bakar. Dampaknya, warga pun bisa berhemat, dan tak perlu antre.

Teknologi biogas ini, diawali tahun 2004 lalu. Mulanya, warga mencari cara untuk membuang kotoran ternak sapi miliknya. Maklum, sebelum diolah menjadi biogas, kotoran ternak sapi itu dibuang sekenanya. Paling sering di sungai.

Aktifitas warga yang membuang kotoran sapi di sungai setiap hari, menuai banyak protes warga yang ada di bawah aliran sungai tersebut. Warga yang protes menuduh pemilik ternak telah mencemari lingkungan dan kejernihan air.

‘’Kami berpikir saat itu untuk mencari alternatif pembuangan kotoran sapi. Kebetulan setelah melakukan konsultasi ke sana dan kemari, akhirnya mendapat jalan keluar,’’ terang Sudarji, salah satu warga yang mempelopori adanya biogas ini.

Saifudin Zuhri, adalah salah satu warga yang berjasa membuat bahan bakar dengan biogas ini. Pasalnya Gus Udin, begitu dia kerap dipanggil, tidak malu-malu untuk mengajukan bantuan, pengolaan biogas tersebut ke PT Petrokimia Gresik. Saat itu PT Petrokimia Gresik, membantu membuatkan tabung pengolaan.

Dua tabung pun akhirnya dibuat oleh PT Petrokimia Gresik, yang masing-masing berfungsi sebagai tabung pengisian dan tabung pembuangan.

‘’Tabung yang diameternya kecil itu untuk pengolaan, yaitu diisi kotoran sapi. Sedangkan tabung yang berdiameter 3,4 meter ini untuk pembuangan. Di dalam tabung ini juga ada selang, yang berhubungan, sehingga proses pengolaan ini berjalan sempurna,’’ kata Sudarji.

Sedikitnya 200 kg kotoran sapi yang digunakan warga untuk diisikan ke tabung. Dan dari 200 kg itu bisa digunakan memasak hingga tujuh keluarga, masing-masing mendapat jatah memasak dua jam.
Warga juga tidak panik, saat gas tiba-tiba mati, sekalipun saat itu memasak. Mereka hanya perlu menunggu, paling lama satu jam untuk gas bisa terisi penuh kembali.

‘’Waktu pertama memang dua jam memasak, bisa dilakukan bersama-sama. Tapi jika gasnya habis, warga harus sabar menunggu, karena secara alami proses pengolaan berjalan,’’ terang Sri Utami, salah satu warga yang memasak dengan biogas.

Untuk melihat sisa gas apakah habis, ataupun masih banyak, warga memakai alat ukur dan selang berisi air. Jika gas penuh, maka air akan meluap hingga angka 100 centi. Namun jika gasnya sedikit airnya tidak akan naik.

http://energialternatif.ekon.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=121&Itemid=79

Tidak ada komentar: