Sabtu, Mei 09, 2009

Menanam Sumber Energi di Lahan Tandus


PDF Cetak E-mail


Foto: Alfy - Mataram

Areal bekas pertambangan di kaki sebuah bukit di Citereup, Bogor, Jawa Barat, itu dua atau tiga tahun lalu gersang dan panas. Tidak ada tetumbuhansebagai peneduh. Yang ada hanya hamparan bebatuan terjal ukuran besar dan sedang. Sejauh mata memandang hanya hamparan bumi yang kosong. Tidak ada tanda-tanda kehidupan flora dan fauna di sana.

Namun kini, hamparan tanah tandus dan gersang itu mulai menghijau. Di sanasini tumbuh pohon jarak setinggi sekitar setengah meter. Bahkan ada yang lebih tinggi dari itu. Meski di lahan tandus, namun pohon yang oleh masyarakat dikenal sebagai jarak pagar (Jatropha curcas L), itu tumbuh dengan subur. Daun danbijinya yang lebat memberi indikasi kuat bahwa tanaman ini mendapat suplai makan yang cukup dari tanah tandus tempatnya tumbuh.

Tanaman jarak itu sengaja ditanam di areal bekas tambang PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk di kawasan Cietereup. Tidak hanya untuk reklamasi areal bekas tambang, budidaya tanaman ini juga dimaksudkan sebagai upaya pengembangan energi alternatif. Jarak yang dihasilkan tersebut diolah dan bisa dipakai dalam proses pembakaran di pabrik Indocement.

Penggunaan minyak jarak ini bisa menggantikan batu bara sebagai energi yang tidak terbaharukan. Dan ternyata, kualitas pembakaran dengan minyak jarak ini tidak kalah dengan yang dihasilkan batu bara. Keuntungan lainnya, pembakaran minyak jarak dalam proses produksi semen ini lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan karbon dioksida (CO2) sebagai penyumbang utama pemanasan global. Atas kebijakan membudidayakan tanaman jarak ini, tak heran kalau PT Indocement mendapat penghargaan Indonesian CSR Award 2008 kategori sosial dan lingkungan.

Jarak merupakan tanaman yang sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini digunakan sebagai bahan bakar pesawat Jepang saat menjajah Indonesia pada 1942 sampai 1945. Hampir semua bagian tanaman ini bisa dimanfaatkan. Misalnya untuk obat berbagai jenis penyakit, seperti radang, batuk, dan sebagai antiseptik. Juga bisa untuk bahan baku sabun, insektisida, dan minyak.

Kandungan minyak jarak kalah dibandingkan sawit, kelapa atau alpukat. Namun rendemen minyak (trigliserida) dalam inti biji sekitar 55 persen atau 33 persen dari berat total biji. Ini lebih besar ketimbang sawit yang sebesar 20 persen.

Sejumlah peneliti bahkan ada yang mengatakan rendemen jarak pagar Indonesia bisa mencapai 42 persen Public & General Affairs Division Manager PT Indocement Tbk, Alexander Frans, mengungkapkan, selain mendukung lingkungan, budidaya tanaman jarak juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Sebab harga minyak jarak yang dipakai dalam proses produksi semen lebih murah dibandingkan batu bara.

Industri semen, katanya, adalah jenis industri yang padat bahan bakar. Sekitar 50 persen dari biaya produksi adalah untuk batu bara. Karena itu perlu dipikirkan energi alternatif yang bisa menggantikan batu bara.

‘’Suatu saat cadangan energi dari batu bara akan habis. Karena itu perlu solusi lain agar kita tidak tergantung pada batu bara. Dan energi alternatif dari tanaman jarak ini menjadi salah satu jawabannya. Sepanjang 2008 kemarin, pemakaian minyak jarak idi Indocement bisa menggantikan sekitar 7 persen penggunaan batu bara,’’ ujarnya kepada Republika.

Hingga saat ini, terang Alex, panggilan akrab Alexander Frans, luas lahan tanaman jarak yang dibudidayakan mencapai 200 hektar. Ini berada di tiga lokasi pabrik, Citereup (Bogor), Cirebon, danTarjun (Kalimantan Selatan). Ke depan pihaknya menargetkan luas lahan budidaya tanaman jarak ini bisa mencapai seribu hektar.

Setiap pohon bisa menghasilkan hingga 100 buah. Dan setiap buah memiliki tiga biji yang bisa menghasilkan bahan bakar minyak. ‘’Biji jarak ini kami peras dan langsung menghasilkan minyak. Minyak inilah yang kami gunakan untuk proses pembakaran semen. Tidak hanya biji jarak, cangkangnya juga kami gunakan untuk proses pembakaran. Jadi sama sekali tidak menghasilkan residu atau sampah. Artinya semua bagian jarak digunakan untuk proses pembakaran,’’ jelas Alex. Dalam program ini, Indocement melibatkan masyarakat di sekitar pabrik.

Perusahaan memberikan bibit tanaman jarak kepada masyarakat. Tidak hanya itu, pendampingan dan bimbingan juga dilakukan agar masyarakat mampu menanam tanaman dengan baik dan hasilnya maksimal. Setelah dipanen, Indocement akan membeli hasil tanaman jarak tersebut dari masyarakat sesuai harga pasar.

Dengan melibatkan masyarakat setempat dalam proyek ini, maka pihaknya telah memberikan sumbangsih terhadap pembangunankomunitas dan pemberdayaan ekonomi. ‘’Sebenarnya banyak perusahaan lain yang sudah mengembangkan jarak. Hanya saja mereka terkendala penyerapannya. Kami sudah sampaikan, selama biaya pengakutan ke pabrik kami visibel, maka kami siap menampung pohon jarak dari pihak lain,’’ demikian ujar Alex.

Pengembangan tanaman jarak sebagai energi alternatif yang dilakukan Indocement bisa jadi inspirasi bagi produsen semen yang lain. Jika semua perusahaan semen melakukan hal yang sama, tentu bisa menghemat batu baradalam jumlah besar. Selain menguntungkan secara ekonomi, hal ini tentu berdampak pada lingkungan karena mengurangi pemanasan global secara signifikan. Selama ini kita mengetahui pemanfaatantanaman jarak sebagai oli dan minyak tanah. Ternyata, jarak juga bisa dimanfaatkan dalam proses produksi semen.

Investor asing
Potensi tanaman jarak di Indonesia yang sangat besar menarik minat investor asing untuk berinvestasi. Setidaknya lima perusahaan asal Cina sudah siap menanamkan modal di sektor perkebunan dan pertanian untuk mengembangkan bahan bakar nabati (biofuel) di Indonesia dengan nilai investasi sekitar 500 juta dolar AS.

‘’Biofuel berbahan baku tanaman jarak sudah mulai dikembangkan di Nusa Tenggara Timur (NTT),’’ kata Duta Besar Indonesia untuk Cina, Sudrajat, seperti dikutip Republika beberapa waktu lalu. Ia menjelaskan, pengembangan budidayatanaman jarak di NTT dilakukan dengan menggandeng perusahaan dalam negeri, dan akan dikembangkan ke sejumlah wilayah lain bagian timur Indonesia. Selain dari tanaman jarak, perusahaan yang berasal dari Shenzen dan Shanghai tersebut juga mengembangkan biofuel dari kelapa sawit. ‘’Selain untuk keperluan pabrik biofuel di dalam negeri, hasil tanaman jarak dan bahan baku kelapa sawit dari Indonesia diharapkan juga bisa memenuhi refinery biofuel di Cina,’’ ujar Sudrajat. jar

Sumber: Republika

Tidak ada komentar: