Selasa, April 21, 2009

ExxonMobil Jadi Perusahaan Terbesar


Selasa, 21 April 2009 | 14:18 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mau tahu ranking perusahaan Amerika Serikat berpendapatan terbesar selama tahun lalu? Majalah Fortune kembali mengumumkan Fortune 500 yang berisi daftar perusahaan AS berpendapatan terbesar.

Fortune menempatkan perusahaan minyak ExxonMobil Corp di posisi pertama daftar itu. Fortune mencatat, tahun lalu, pendapatan ExxonMobil mencapai 442,9 miliar dollar AS (Rp 4.761 triliun), lima kali Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia. ExxonMobil juga meraih laba bersih tertinggi ketimbang perusahaan lain, yaitu 45,2 miliar dollar AS.

ExxonMobil menggusur posisi Wal Mart Stores Inc. Tahun lalu, pendapatan peritel besar di AS itu 405,61 miliar dollar AS dan menangguk laba bersih 13,4 miliar dollar AS.

Setahun sebelumnya, Wal Mart menempati posisi pertama di daftar itu. Waktu itu, Wal Mart meraih pendapatan 378,80 miliar dollar AS dan laba bersih 40,61 miliar dollar AS.

Data tahun ini juga menunjukkan kondisi perusahaan-perusahaan di AS yang memprihatinkan. Pendapatan rata-rata seluruh perusahaan yang masuk daftar Fortune 500 turun 85 persen menjadi cuma 99 miliar dollar AS tahun lalu.

Bulan lalu, majalah Forbes juga merilis Forbes Global 2000 yang berisi daftar perusahaan terbesar di dunia tahun ini. Perhitungan bobot daftar itu berdasarkan nilai penjualan, keuntungan dan aset perusahaan, serta kapitalisasi pasar perusahaan tersebut pada tahun sebelumnya.

Dalam daftar itu, ExxonMobil juga menempati urutan pertama dengan nilai kapitalisasi pasar mencapai 335,54 miliar dollar AS. ExxonMobil juga menempati posisi pertama perusahaan dengan laba bersih terbesar sedunia.

Namun, untuk kategori perusahaan dengan pendapatan terbesar, posisi pertama dipegang oleh perusahaan minyak dan gas asal Belanda, Royal Dutch Shell. Tahun lalu, penjualan perusahaan tersebut 458,36 miliar dollar AS. (Harris Hadinata/Kontan)

Harga Minyak Melorot ke 45 Dollar AS


Selasa, 21 April 2009 | 16:02 WIB

SINGAPURA, KOMPAS.com — Harga minyak melemah di perdagangan Asia, Selasa (21/4), menyusul penurunan tajam harga saham AS memunculkan kembali kekhawatiran terhadap memburuknya ekonomi dan dampaknya terhadap permintaan energi.

Kontrak berjangka utama di New York, minyak mentah light sweet untuk penyerahan Mei turun 44 sen menjadi 45,44 dollar AS per barrel pada perdagangan sore. Pada hari Senin kontrak minyak turun hampir sembilan persen di AS. Sementara minyak mentah Brent North Sea untuk penyerahan Juni turun 31 sen menjadi 49,55 dollar AS per barrel.

Para analis mengatakan, harga kembali menyesuaikan diri dengan kondisi aktual di pasar minyak. "Koreksi yang terjadi menghapus kenaikan yang tidak sesuai dengan kondisi fundamental pasokan dan permintaan," kata Antoine Halff, Wakil Direktur Utama NewEdge Group.

Perlambatan global telah menurunkan permintaan energi dan menarik turun harga minyak dari puncak pada sekitar 147 dollar AS per barrel pada tahun lalu.

Menteri Perminyakan Uni Emirat Arab (UAE) mengatakan, Senin, bahwa harga minyak pada 50 dollar AS per barrel akan mendukung ekonomi global, UAE merupakan produsen minyak terbesar kesembilan di dunia.

Briket Kulit Kacang


Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Nasional Malang, Jawa Timur, membuat briket sampah di laboratorium kampus, Sabtu (26/4), untuk mengatasi semakin mahalnya harga bahan bakar di pasaran. Briket sampah ini memiliki kandungan kalori 3.000 joule hingga 5.000 joule, bisa menyala selama 4 jam. Satu kilogram briket sampah sama dengan 1,5 liter minyak tanah. Briket sampah merupakan bahan bakar terbarukan (renewable resources).


Sehari-hari Edy Gunarto bergelut dengan kulit kacang. Kulit kacang itu dia masukkan ke dalam sebuah drum besar lalu dibakarnya selama sekitar dua jam. Agar cepat dingin, arang kulit kacang itu kemudian dijemur. Setelah dihancurkan hingga menyerupai tepung, adonan itu diaduk dengan lem kanji. Proses terakhir adalah mencetaknya menjadi briket siap pakai. Eny Prihtiyani

Warga Dusun Plebengan, Desa Sidomulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Bantul, DI Yogyakarta, ini menggeluti usaha itu setidaknya sejak lima tahun terakhir. Briket produksinya itu sudah dipasarkan ke berbagai kota, seperti Surabaya dan Jakarta. Sebagian besar pelanggannya adalah kalangan industri rumah tangga.

Gagasan membuat briket kulit kacang muncul ketika Edy menghadapi banyaknya sampah kulit kacang di daerahnya. Sampah itu dibiarkan berserakan di pinggir jalan atau dibuang begitu saja di kebun-kebun. Di rumahnya sendiri, sampah kulit kacang juga tidak kalah banyaknya. Apalagi istrinya adalah pengepul kacang tanah.

”Bila panen tiba, banyak petani yang menjual kacang kepada istri saya. Setelah dikupas, oleh istri saya lalu dijual kepada pedagang pasar tradisional, terutama di Beringharjo. Jadi, sampah kulit kacang di rumah selalu menumpuk,” katanya.

Sampah kulit kacang itu makin menumpuk ketika Edy berhasil membuat alat pengupas kacang dengan kapasitas 2 kuintal per hari. Alat itu terus dia sempurnakan hingga kapasitasnya mencapai 1,5 ton per hari. Alat itu dibuatnya setelah mengamati alat perontok padi karena prinsip kerjanya hampir sama.

”Dengan bantuan alat pengupas, kacang tanah yang tertampung semakin banyak. Tidak hanya dari petani di Bantul, tetapi juga dari wilayah Gunung Kidul dan Kulon Progo. Itu membuat usaha istri saya berkembang pesat. Dampak lainnya, ya semakin menumpuknya sampah kulit kacang di rumah kami,” ujarnya.

Awalnya Edy hanya menjual sampah kulit kacang itu kepada para perajin tahu seharga Rp 30.000-Rp 35.000 per truk. Oleh perajin, kulit kacang dipakai sebagai bahan bakar mengolah tahu.

Setelah mendapat informasi dari berbagai sumber, seperti buku dan pelatihan tentang pembuatan briket, dia pun tertarik membuat briket kulit kacang. ”Saat itu yang diperkenalkan adalah pembuatan briket dari serbuk gergaji. Namun, karena bahan bakunya di tempat saya sulit dan yang tersedia kulit kacang, ya saya coba saja,” cerita Edy.

Eksperimen

Selama masa eksperimen, Edy masih mencampur kulit kacang dengan serbuk gergaji. Dia khawatir, kalau semua bahan bakunya dari kulit kacang, briketnya tidak bisa sempurna. Lambat laun dia mulai meninggalkan serbuk gergaji dan hanya menggunakan kulit kacang.

Keuletan dan ketelatenan Edy melakukan eksperimen membawanya pada satu kesimpulan, yakni briket bisa dibuat dari semua jenis limbah organik. Selain kulit kacang, briket juga bisa dibuat dari bahan baku seperti cangkang jarak, tempurung kelapa, dan tongkol jagung.

Sekarang, bila stok kulit kacang tengah menipis, Edy beralih pada bahan baku yang lain. ”Karena di daerah sini terkenal sebagai sentra kacang, stok kulit kacang praktis selalu tersedia meskipun pada masa-masa tertentu stok kulit kacang kadang memang agak berkurang. Dalam kondisi seperti ini, biasanya saya beralih ke tongkol jagung,” katanya.

Dalam sehari Edy bisa memproduksi sekitar 70 kilogram briket. Setiap 1 kg briket membutuhkan sekitar 2 kg kulit kacang. Jadi, dalam sehari kebutuhan bahan bakunya mencapai 180 kg kulit kacang.

Selain memanfaatkan sampah kulit kacang milik sendiri, Edy juga membeli dari petani seharga Rp 50 per kg. Briket kemudian dia jual Rp 2.500 per kg. Edy menjualnya dalam bentuk kemasan 2 kg.

”Produksinya memang belum terlalu tinggi, padahal permintaannya cukup banyak. Salah satu kendalanya adalah peralatan yang kami gunakan sebagian besar masih tradisional. Kalau saja ada investor yang tertarik, mungkin usaha ini bisa dikembangkan lebih maksimal mengingat potensi sampah organik di sini sangat besar,” ujar Edy.

Sederhana

Semua peralatan yang dipakai Edy memang tergolong sederhana. Ia memodifikasi semuanya sendiri. Latar belakang pendidikan teknik mesin semasa belajar di STM 2 Jetis Bantul ternyata cukup membantu.

Misalnya, untuk mesin pengaduk molen briket, dia membuat sendiri dengan meniru prinsip kerja mesin buatan pabrik. Untuk membuat alat itu, ia menghabiskan sekitar Rp 2 juta, sementara jika membeli di pabrik bisa sampai Rp 5 juta. Untuk mencetak briket, Edy juga memanfaatkan alat cetakan genteng yang sudah dia modifikasi.

Untuk memanfaatkan briket, konsumen tinggal membeli tungku yang terbuat dari tanah liat seharga sekitar Rp 10.000. ”Sebelumnya memang belum ada perajin gerabah yang membuat tungku untuk briket. Ketika itu yang ada tungku dari besi seharga Rp 150.000. Setelah saya bicarakan dengan para perajin, mereka lalu memproduksi tungku gerabah sehingga konsumen tidak kesulitan mendapatkannya,” kata Edy.

Untuk menyalakan briket di tungku gerabah tidaklah susah. Caranya, briket ditaruh di lubang di atas tungku lalu dinyalakan dari atas. Menyalakannya pun tidak sesulit briket batu bara. Untuk menyalakan api, orang bisa menggunakan bantuan secuil kain atau kertas.

Keuletan Edy dalam mengembangkan usahanya ternyata mendapat respons positif. November tahun lalu dia berhasil menggondol juara pertama tingkat nasional kategori pengembangan entrepreneurship yang diselenggarakan oleh Universitas Indonesia bekerja sama dengan Citi Peka.

Penghargaan itu membuat Edy semakin bersemangat. Atas prestasinya tersebut, dia mendapat hadiah Rp 11 juta. Rencananya uang itu akan dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha.

Dia yakin, usahanya akan semakin berkembang mengingat ketersediaan minyak tanah bersubsidi semakin langka. Di wilayah Kota Yogyakarta dan Sleman, misalnya, minyak tanah bersubsidi sudah ditarik, sedangkan di kawasan Bantul kemungkinan hanya sampai Desember mendatang.

”Tanpa subsidi, harga minyak tanah bisa Rp 8.000 per liter. Jadi mungkin akan semakin banyak masyarakat yang beralih pada bahan bakar alternatif,” kata Edy.

Menurut dia, briket buatannya mirip dengan briket batu bara. Setiap 1 kg briket bisa menghasilkan panas hingga sekitar dua jam.

Menggunakan briket untuk bahan bakar memasak juga terhitung lebih irit dibandingkan dengan memakai minyak tanah. Untuk keperluan memasak nasi, sayur, dan lauk, jika menggunakan kompor minyak tanah bisa menghabiskan sekitar satu liter minyak yang harganya sekitar Rp 8.000 (harga nonsubsidi). Jika memakai briket, hanya mengeluarkan uang Rp 2.500.

Selain lebih irit, briket kulit kacang juga tidak menimbulkan asap dan jelaga sehingga tidak mengotori dinding dan peralatan memasak, kata Edy.
sumber : kompas >>> coy's

Sabtu, April 18, 2009

Konsumsi BBM Indonesia Tergolong Sangat Boros

Jumat, 2009 April 17


Sumber : http://www.detikfinance.com/

http://www.detikfinance.com/images/content/2009/04/17/4/spbu-alih-dalam.jpg

Jakarta - Konsumsi BBM di Indonesia tergolong sangat boros. Untuk itu pemerintah berharap konsumsi BBM bisa turun dari 1,6 juta barel per hari (bph) di tahun 2008 menjadi 1,5 juta bph di tahun ini.

Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Evita Herawati Legowo usai Launching Pelayanan Investasi Migas Terpadu dan Gerakan Hemat BBM di Gedung Ditrektorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Plaza Centris, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Jumat (17/4/2009).

"Pada tahun 2008 konsumsi BBM sekitar 1,6 juta bph. Tahun ini kalau bisa 1,5 juta bph karena turun 0,1 juta itu juga nggak gampang," ungkap Evita.

Dilihat dari angka konsumsi BBM, Indonesia termasuk dalam kategori negara yang boros. Pada tahun 2006, saat konsumsi BBM di negara-negara lain berada di bawah 1 juta bph, konsumsi BBM Indonesia mencapai 1,84 juta bph.

"Kita termasuk sangat boros jika dibandingkan negara lain, kita hampir dua kali lipat."

Namun Evita melihat saat ini sudah ada kesadaran masyarakat untuk mengurangi konsumsi BBM. Hal ini ditunjukan dengan menurunnya konsumsi BBM dari 1,84 juta bph di tahun 2006 menjadi 1,6 juta bph di tahun 2008.

"Kita sudah mulai menyadari," ungkapnya.

Evita menambahkan pada tahun 2025 pemerintah menargetkan konsumsi BBM di bawah 1 juta bph. "Di 2025 di bawah satu juta barel atau setidaknya sama dengan Jepang dan Jerman di 2006," jelasnya. Sementara itu, Menteri Energi Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro
menyatakan dengan adanya gerakan hemat BBM, maka penggunaan energi fosil dapat ditekan sehingga bisa mengurangi impor BBM, mengurangi pencemaran udara dan peningkatan peranan eneergi alternatif seperti Coal Bad Methane (CDM).

"Gerakan hemat energi ini untuk meningatkan semua stake holder dan masyarakat bahwa BBM yang berasal dari energi fosil akan habis,"coy

CSR Korporasi Dukung Pendidikan Tinggi


Jakarta,
Penghargaan dari UI DEPOK - Dalam berbagai textbooks, salah satu asumsi yang seringkali dikemukakan terhadap tujuan perusahaan adalah untuk mengejar keuntungan yang maksimal (Mankiw, Quah dan Wilson, 2008) atau nilai perusahaan (Baye, 2006). Dalam kenyataannya, memang tidak dapat dipungkiri bahwa tren globalisasi memaksa korporasi di berbagai belahan dunia untuk memberikan fokus lebih kuat pada aspek profitabilitas dan nilai perusahaan, seperti dikemukakan pula oleh Lord Hanson, CEO Hanson PLC (Harvard Business Review, 2004).

Sekalipun aspek profitabilitas masih menjadi dasar tujuan utama perusahaan, telah berkembang pula berbagai pemikiran yang meletakkan perspektif dunia usaha tidak semata-mata pada aspek keuangan (single bottom line), namun juga meliputi aspek sosial dan aspek lingkungan (triple bottom line) karena dunia usaha juga bertanggung jawab untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan memperhatikan pula faktor lingkungan hidup. Perhatian pada faktor finansial semata diyakini tidak cukup untuk menjamin keberlanjutan kenaikan nilai perusahaan (Mc William dan Siegel, 2000).

Konsep tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) yang mulai dikenal awal 1970-an makin banyak dipraktekkan oleh korporasi di Indonesia sebagai standar bisnis yang harus dipenuhi terutama apabila ISO 2600 atas Social Responsibility diberlakukan.

Dalam talkshow berjudul "Pemanfaatan CSR Korporasi untuk Mendorong Peningkatan Kualitas Pendidikan Tinggi" yang diselenggarakan pada 5 Maret 2009 di auditorium kampus FEUI Depok, Noke Kiroyan, yang kini menjabat sebagai Ketua Konsorsium CSR, mengemukakan suatu penelitian yang menunjukkan sebagian besar perusahaan yang mencapai tingkat keuntungan yang tinggi adalah justru melaksanakan CSR, dan CSR yang dilakukan perusahaan haruslah menempel (embedded) dalam program perusahaan dan memiliki key performance indicators yang jelas dan terukur.

Pada kesempatan yang sama, Arwin Rasyid, Presiden Direktur Bank CIMB Niaga, mengemukakan pula bahwa CSR yang dilakukan oleh perusahaan tidak boleh dipandang sebagai suatu charity program semata dan haruslah memberikan nilai tambah.

Salah satu bentuk kegiatan CSR yang dilakukan oleh CIMB Group melalui Bank CIMB Niaga, sebagai anak perusahaan, adalah bantuan untuk pembangunan Gedung Dosen dan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) yang secara simbolis diserahkan oleh Arwin Rasyid kepada Prof. Bambang P.S. Brodjonegoro, PhD, Dekan FEUI. Pada kesempatan itu Pertamina diundang sebagai salah satu perusahaan BUMN yang menerima penghargaan karena telah ikut mendukung peningkatan fasilitas dan sarana pendidikan di Universitas Indonesia. Dukung yang telah diberikan Pertamina kepada UI antara lain pengadaan 1.000 buah computer untuk FEUI, pembangunan gedung olah raga futsal yang sudah diresmikan penggunaannya tahun lalu oleh Direktur Utama Pertamina, dan kerjasama penelitian terhadap program Transformasi yang dilakukan Pertamina.

Selanjutnya Pertamina akan terus meningkatkan berperan dan kontribusinya sebagai perusahaan yang memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap bidang pendidikan, hal ini telah dibuktikan Pertamina melalui berbagai kerjasama yang dilakukan Pertamina dengan berbagai universitas negeri dan swasta di seluruh Indonesia melalui berbagai program CSR Pendidikan, antara lain pemberian beasiswa bagi yang berprestasi dan bagi yang tidak mampu melalui institusi-institusi pendidikan yang ada di wilayah di mana masyarakat itu berada.

Pertamina juga memberi kesempatan kepada mahasiswa dari berbagai bidang studi untuk melakukan magang atau praktek kerja lapangan dengan memperhatikan aspek manfaat yang lebih besar terhadap kelancaran usaha bisnis perusahaan dan peningkatan pengetahuan dan kesejahteraan serta kualitas Bangsa Indonesia.

Kerjasama semacam ini diharapkan akan menciptakan sinergi manfaat yang diterima Pertamina dan oleh perguruan tinggi, sehingga upaya-upaya CSR pendidikan ini dapat mengakselerasi pencapaian visi perusahaan sekaligus meningkatkan citra perusahaan di lingkungan stakeholder pendidikan •Susilawati- CSR